Selasa, 20 Februari 2018

To All Single Girls (You're Amazing)

We are living in Indonesia, a country that is very beautiful and full of potential only with poor government. Tapi penduduknya sebagian besar ramah dan sosialis sekali. Sebagian besar tidak mengenal apa itu hidup individual dan memilih untuk bersosialisasi dengan tetangga-tetangga sekitar. Saking ramahnya, sampai-sampai terkadang urusan pribadi kita menjadi urusan semua orang (semua orang yang rese aja sih). It's all getting real ketika kita mulai memasuki usia 20an. Ketika kita sudah lulus kuliah, sudah setahun meniti karir. Di situlah masyarakat sosialis Indonesia mulai berubah peran menjadi "orang tua" kita. Orang tua dalam artian yang tidak menafkahi, tidak mendidik kita, tidak ada saat kita butuhkan, tapi sangat cemas dengan masa depan kita nantinya. Ketika kita masih fokus dengan sesuatu hal, mereka mulai memaksakan apa yang mereka mau. Contohnya, disaat kita masih menikmati awal-awal meniti karir dan berfokus dengan itu, "orang tua" jadi-jadian mulai cemas karena kita belum memikirkan tentang MENIKAH.

Ya, menikah. Satu kata yang bisa menjadi momok mengerikan bagi semua wanita single yang mulai menginjak usia 22 tahun ke atas dan masih belum ada rencana untuk menempuh hidup baru dalam waktu dekat. Alasannya bukan cuma karena jomblo atau belum punya calon suami. Tapi juga beragam, mulai dari masih ingin menikmati masa muda dengan bebas tanpa kekangan suami, atau masih menikmati fokus membentuk karir dan mengkontribusikan kemampuan dan pengetahuan ke dalam pekerjaan masing-masing. Sadly, seperti sudah ada "standar" di negara ini kalau seorang wanita sebaiknya menikah sedini mungkin (oke , ini sarkasme). Sehingga apabila yang sudah menginjak usia 25 tahun ke atas dan belum akan segera menikah dalam waktu dekat, sudah dianggap gagal dalam membentuk masa depan. Tidak peduli apa pencapaian yang sudah dihasilkan oleh para wanita tersebut (contohnya gelar sarjana, karir yang bagus, atau prestasi lainnya), kalau belum punya calon pasangan dianggap tidak berhasil. Sementara yang sudah menikah di usia 20an awal dan sudah punya anak di usia muda, dianggap sukses dan membanggakan, meskipun yang menikah duluan itu belum tentu menempuh pendidikan tinggi, dan kebanyakan hanya wanita yang cuma menjadi ibu rumah tangga di usia muda tidak pernah punya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan diri dalam hal intelektualitas dan pengalaman profesional.
 
To all above 25 yo single girls.. I feel you. Saya mengerti sekali bagaimana rasanya hidup di negara ini dengan banyak "orang tua" yang cemas memikirkan masa depan kita. Cemas sekali hingga terkadang pertanyaan dan perkataan mereka sangat menyakitkan. "Kapan nikah?" atau "Kapan nyusul temennya yang udah nikah?" atau "Ntar keburu umur lho". Di saat mendengar itu langsung ada ilustrasi di dalam pikiran saya yang kasih selotip mulut-mulut rese itu satu-satu yang tidak tahu apa-apa tapi sok tahu. Tapi kenyataannya paling saya cuma bisa senyum kecut dan menjawab dengan bilang "doain aja ya". Mulai dari keluarga besar sendiri, teman-teman kantor, teman - teman sekolah dulu, ibu-ibu tetangga, kompak semua "cemas" memikirkan masa depan saya yang sudah umur 25 ke atas tapi masih belum ada rencana menikah sama sekali. Kadang-kadang tanya dengan halus, kadang nge-bully, kadang sok tidak sengaja bikin malu depan umum dengan mengolok beramai-ramai status single saya. Sepertinya dengan saya yang belum menikah ini sangat mengganggu kehidupan pribadi mereka, membuat mereka sengsara mungkin? Dan dengan membully saya yang masih single waktu itu mungkin bisa mengobati atau membalas kesengsaraan mereka (sarcasm level : 999).

Entah bagaimana dengan orang-orang di negara lain, terutama di negara barat. Yang saya tahu sih mereka orang-orangnya individualis, ada enaknya juga. Meskipun kurang ramah apalagi dengan orang baru, tapi mereka menghormati privasi orang lain dengan baik. Mereka merasa tidak perlu ikut campur urusan kehidupan orang lain karena mereka punya urusan sendiri yang harus dipikirkan. Kalau disini? Bukannya menghina, tapi terkadang orang yang hidup dengan standar kesejahteraan menengah ke bawah, asal sudah berkeluarga dan punya anak banyak, sudah merasa eligible atau berhak untuk menjudge orang lain yang belum berkeluarga atau belum punya anak. Ingin rasanya saya balas pertanyaan mereka dengan bilang kalau kenapa tidak Anda fokus menafkahi anak dengan layak saja dulu tanpa hidup sembarangan ala kadarnya? Mungkin sah-sah saja kalau saya membalas mereka dengan perkataan menyakitkan seperti itu karena toh mereka juga sudah menyakiti saya dengan komentar mereka yang ikut campur dalam kehidupan pribadi saya.
Atau ada juga sih orang yang sudah kaya raya , punya segalanya (keluarga, pekerjaan, anak, harta yang berlimpah dan kehidupan sosialita) yang seolah-olah melihat kehidupan saya sebagai kehidupan yang menyedihkan karena belum juga menikah. Dan tentu saja, tidak terlepas dari membully "eh, kapan lo mo nikah? udah umur 27 kan lo?" 
Jadi, intiya yang hidup pas-pasan saja merasa berhak menghina orang yang belum menikah, apalagi yang hidupnya di atas rata-rata. Yang pasti saya doakan semoga mereka semua bahagia hingga akhir hayat...

Sekarang saya sudah menikah hampir satu tahun. Dan orang-orang yang dulu sering membully status single saya hampir semuanya tidak ada yang hadir memenuhi undangan pernikahan saya. Ya, terkadang hidup bisa "selucu" itu. Masa-masa penantian menuju ke pernikahan bisa sangat menyiksa apabila orang-orang di sekeliling kita bertindak seperti menjadi "orang tua" kita yang seolah-olah "cemas" dengan status lajang kita. Sayangnya kecemasan mereka dimanifestasikan dengan pertanyaan yang tidak berguna dan terkadang sindiran yang mengarah ke hinaan dan judgemental. Kultur seperti itu mungkin tidak akan pernah berubah di antara masyarakat kita. As for me, saya berusaha untuk tidak menjadi orang-orang yang seperti itu sama sekali. Tidak akan pernah bertanya atau ikut mengurusi urusan pribadi orang lain yang kita sama sekali tidak tahu. 
And for all single girls out there, I know , now you are facing a very bumpy road, but don't give up. Don't rushing marry someone just because you can't stand other people asking you about when you'll be getting married or when your friends get hitched before you. You're amazing, I am sure you're smart, you've been well educated and you  have jumped into amazing professional world and you can earn money ! What a great money maker you're that you don't depend on any men to provide you some cash. And to those who are not working in any company, I am sure you have prepared yourself very well to be a wife. And when you be a wife, you'll be an amazing wife ever with your smart brain and experience. To all single girls out there, believe me, you're amazing !






Kamis, 08 Februari 2018

Movie Review: Dilan 1990 (Spoiler Alert)

Jadi saya terpengaruh kuatnya animo penonton untuk menyempatkan diri ke bioskop demi lihat film Dilan 1990. Kalau penontonnya cuma anak-anak SMA saya tidak akan ikut-ikutan, tapi yang saya perhatikan teman-teman sebaya juga excited mau nonton, ditambah lagi ada yang bilang film itu lucu dan bagus. Intinya tidak bikin menyesal sudah beli tiket dan menyempatkan diri menyambangi teater terdekat. Oke, saya terpengaruh dan ikut jadi bagian dari penonton film remaja tersebut.

Jujur, saya tidak berharap banyak dari film percintaan Indonesia. Bukannya tidak nasionalis atau apa, tapi saya ini seperti punya feeling yang kuat tentang film hanya dari melihat trailernya saja apakah film tersebut akan bagus atau membosankan. Dan untuk Dilan 1990, saya sudah skeptis melihat dari trailernya yang flat, dengan skenario penuh gombal "receh" dan plot yang itu-itu saja. Dan memang benar, menurut saya nonton Dilan semalam rasanya cuma membuang-buang 110 menit waktu berharga saya .Sebelum tulisan ini jadi lebih jauh, saya mau bilang kalau movie review ini subjektif dan banyak spoiler

Akting Iqbal dan Vanesha bisa dibilang lumayan oke. Tapi saya juga membayangkan kalau tokoh Dilan diperankan oleh bintang muda lain apakah ada potensi untuk bisa lebih membuat penonton baper dan tidak boring. Dilan diceritakan sebagai anak muda yang bad boy, keras dan suka berantem tapi sangat lembut sama seseorang yang dia cintai. Saya mengharapkan banyak adegan berantem Dilan tapi ternyata sebagian besar dia cuma memberikan gombalan-gombalan untuk Milea. Bicara tentang Milea, akting Vanesha sebagai pemerannya sudah bagus. Sosok cewek yang lembut dan baik-baik sukses dia gambarkan di film ini. Yang lemah menurut saya adalah skenarionya. Tapi film ini juga katanya adaptasi dari novel yang best seller (kalau tidak salah? belum terlalu cari banyak referensi tentang novelnya sendiri), sehingga mungkin skenario yang buruk adalah adaptasi dari tulisan di novel.

Ada satu adegan yang cukup kontroversial di film ini, yaitu ketika Dilan melawan gurunya. Film ini nge-hits ditengah-tengah kasus pembunuhan guru oleh anak muridnya sendiri di Sampang, Madura. Sehingga saya tidak setuju sekali dengan adegan tersebut, kalau perlu dihilangkan. Karena tidak terlalu berpengaruh juga untuk keseluruhan film. Alasan Dilan melawan gurunya pun tidak terlalu bisa diterima, murni karena emosi, ego dan watak kerasnya semata. 
Di sekitar menit-menit terakhir sebelum film selesai, ada adegan dimana Dilan memberikan pelajaran kepada temannya sendiri, Anhar yang sudah menyakiti Milea. Nah disini saya mulai merasa akhirnya ada yang menarik dari film ini. Aktingnya Iqbal yang marah besar dan langsung memukuli Anhar dengan membabi buta cukup menarik perhatian. Akan tetapi, adegan menarik itu sudah mendekati akhir film, dan benar saja tidak lama kemudian filmnya berakhir dengan ending yang menggantung. Penonton diberi petunjuk kalau akan ada Dilan 1991... (bleh)

Jadi menurut saya tentang film Dilan 1990 kesimpulannya 90% gombalan receh dan 10% kekerasan. 
Salah satu film yang tidak sebesar promonya dan animo penontonnya. Saya jarang nonton film sambil lihat jam terus tapi nonton Dilan, saya jadi suka lihat jam dan tidak sabar untuk supaya filmnya selesai. Lagi-lagi saya kecewa dengan film romantisnya Indonesia. Kenapa masih belum ada di negara ini yang bisa membuat film yang bikin baper berat seperti A Walk to Remember, misalnya. Inti ceritanya juga ringan tapi dikemas dengan apik yang bisa bikin dikenang penonton selamanya. Dan juga adaptasi dari novel karya Nicholas Sparks yang selalu sukses bikin pembaca wanitanya nangis-nangis bombay. 

Tapi balik lagi kalau untuk masalah selera, mungkin ada juga yang suka dengan film Dilan 1990. Apalagi buat anak-anak SMA yang masih baru mengenal cinta. Selain itu, ada beberapa juga orang dewasa yang ikut baper dengan film ini karena mungkin mereka sedang mengingat masa-masa SMA nya dulu yang persis seperti kisahnya Dilan dan Milea ?
As for me, rating untuk film ini  adalah 4/10 ...