Rabu, 04 April 2018

Central Java Trip (Part 2)

Di blog saya yang sebelumnya, saya sudah berbagi pengalaman mengasyikan di kota Cilacap dan Purwokerto khususnya daerah wisata Baturraden, Dan kali ini saya mau lanjut cerita tentang area wisata Small Garden & Small World yang terletak di Baturraden. Sesuai dengan namanya, wisata ini menawarkan taman yang indah untuk dijelajahi dengan pemandangan pegunungan yang amazing, serta berbagai miniatur ciri khas negara-negara di dunia yang iconic, seperti miniatur menara Eifel, Merlion, Monas, menara Pisa dan lain-lain. Langsung saja saya memulai sesi foto-foto dan selfie. Waktu saya baru tiba disana lumayan masih pagi sehingga belum terlalu banyak pengunjung. Sehingga kami lebih bebas untuk berfoto tanpa ada photobomb. 

 

Seandainya dulu berkesempatan foto prewed disini
Beberapa sudut yang ada di taman ini kalau di foto tampak seperti di Eropa. Saya tidak melebih-lebihkan ya, karena memang pemandangan gunungnya mengingatkan saya dengan pemandangan di Swiss atau Jerman yang saya lihat dari tv atau internet. Bedanya cuma tidak bersalju, tapi tidak kalah cantik kok dengan view yang ada di luar negeri

Sudah seperti di Belanda, belum? :)


Minusnya, lagi-lagi untuk urusan perut tidak ada banyak pilihan yang tersedia di tempat wisata ini. Seingat saya cuma ada satu kafe yang buka dengan menu-menu modern seperti chicken wings, ayam goreng dan sejenisnya. Mungkin juga keterbatasan pilihan makanan disini karena memang tempat wisata ini cukup terbilang baru. Dan saya perhatikan juga banyak rombongan pengunjung yang membawa makanan sendiri, sehingga jadi seperti piknik. Tapi semoga kedepannya ditahun-tahun mendatang disaat saya kembali lagi, sudah ada banyak pilihan makanan untuk pengunjung yang harus mengisi perut.
Well, itulah sedikit cerita saya dari Baturraden, Purwokerto. Tidak hanya banyak pilihan wisata yang ditawarkan, tapi juga kita tidak perlu mengeluarkan uang banyak karena tarif masuk ke dalam lokasi wisata sangat terjangkau. Contohnya HTM untuk masuk ke Small Garden ini hanya 20 ribu/orang. Semoga saya bisa liburan lagi ke Baturraden bersama dengan lebih banyak orang supaya tambah seru dan mengasyikan.

3. Yogyakarta

Kota ini sudah sangat populer tidak hanya bagi kita orang Indonesia, tapi juga bagi turis-turis mancanegara. No wonder, because Yogyakarta is wonderful ! Tidak sering kita temukan sebuah kota yang masih kental sekali seni dan budayanya juga banyak pilihan tempat untuk berwisata. Kalau bagi saya pribadi, Jogja adalah saksi penting awal hidup saya karena saya mengadakan acara lamaran di kota ini. Sayangnya karena saya cuma stay satu malam di Jogja sebelum kembali ke Balikpapan jadi tidak banyak tempat yang bisa saya eksplor. Setelah tiba di Jogja dan beristirahat sebentar di hotel, pas setelah magrib saya mulai "beredar" untuk menikmati suasana kota Jogja. Hotel yang saya tempati tidak berada di kawasan Malioboro, lebih tepatnya di Jalan Mangkuyudan, Mantrijeron. Saya ingin cari suasana baru saja selama di Jogja, lagipula untuk menuju ke daerah Malioboro hanya membutuhkan waktu tidak sampai 15 menit dengan mobil. Tujuan pertama saya adalah Mal Malioboro untuk makan malam. Bagi saya makan di mal lebih banyak pilihan dibanding makanan yang dijual lesehan atau di jalan ditambah lagi saya banyak mengetahui pengalaman turis-turis yang kena tipu masalah harga makanan. Kalau di mal harganya sudah jelas, tidak bisa diubah-ubah. Pilihan makanannya pun banyak, tidak melulu gudeg atau pecel. Malam itu saya memilih makan nasi hainan dan bebek peking panggang. Endeeuuss sekali kalau kata orang-orang jaman now
Suasana di dalam mal juga sangat ramai, karena kebetulan pada saat itu sedang long weekend sehingga orang-orang yang berkunjung ke Jogja jauh lebih ramai dari biasanya. Setelah selesai makan malam dan cuci mata di mal sebentar, saya langsung menuju ke jalan Malioboro yang legendary. Hanya dengan jalan-jalan saja dan melihat sekitar sudah cukup menghibur saya. Karena di sepanjang jalan kita bisa menikmati bangunan-bangunan tua dan bersejarah, juga ada semacam pertunjukan jalanan dari seniman-seniman jalanan Jogja. 

Kawasan 0 Kilometer
"No caption needed" :)
Setelah sudah merasa sangat lelah berjalan-jalan kami segera menuju ke hotel untuk beristirahat. Keesokan harinya kami memutuskan untuk sarapan pagi di alun-alun kidul yang ada pohon beringin kembar "lejen" nya. Saya lupa nama warung tempat saya sarapan apa, tapi yang pasti bubur ayamnya oke punya ! Lontong sayurnya juga luar biasa endulita jos gandhos. Sederhana tapi enak dan murah meriah. Setelah sarapan akhirnya kami memutuskan untuk ke satu tempat lagi sebelum kami pulang ke Balikpapan, yaitu ke Candi Prambanan. Tapi sebelum menuju candi, tidak lengkap rasanya kalau tidak mencoba berjalan diantara pohon beringin kembar yang mitosnya sudah sangat terkenal. Kelihatannya mudah ya, tinggal berjalan lurus sambil tutup mata melewati pohon beringin, tapi percayalah bagi sebagian orang atau malah kebanyakan orang merasa itu sangat sulit. Saya pun merasakannya, padahal saya sudah merasa berjalan lurus saja tapi ternyata saya melenceng jauh ke kanan. Di percobaan kedua, saya sudah berhasil berada di tengah tapi selanjutnya miring ke kiri. Mungkin karena saya masih merasa ragu-ragu untuk berjalan lurus ke depan. Beda lagi dengan suami saya yang berhasil berjalan lurus melewati pohon bringin kembar di percobaan pertama. Terlepas dari apapun mitosnya, mulai dari doa yang terkabul, dan lain-lain bagi saya berjalan melewati pohon beringin kembar hanya hiburan semata.


Selanjutnya kami menuju ke Candi Prambanan. Butuh waktu sekitar setengah jam kalau tidak macet, dari alun-alun Kidul. Setelah tiba di kawasan wisata Candi Prambanan, tidak lupa kami berfoto di depan sebelum masuk ke area candi. Sudah mulai terlihat banyak turis-turis bule yang berada disitu dan diminta foto bareng oleh pengunjung lokal. Mulai memasuki area candi, saya bisa melihat Prambanan dari kejauhan dan menurut saya sangat luar biasa. Kalau Kamboja punya Angkor Wat, Thailand punya Pagoda, sementara Indonesia punya banyak candi yang megah salah satunya ya Prambanan ini. Sebelum menuju ke candi yang paling besar di tengah, kita bisa melihat reruntuhan sisa-sisa candi kecil yang disebabkan oleh gempa besar ditahun 2006 silam. Sangat disayangkan.. tapi apa boleh buat, tidak ada yang bisa menentang bencana alam. 



Mulai menjelajah masuk ke dalam candi, saya lumayan sedikit lelah dengan beberapa anak tangga yang perlu dilewati. Tidak banyak, tapi karena sudah lumayan jauh berjalan dari pintu masuk jadi akhirnya saya sedikit merasa kepayahan untuk menaiki beberapa anak tangga di beberapa candi. Ketika saya menengok ke dalam sebuah candi yang paling besar, di dalamnya tidak apa-apa, hanya ada patung dewa (mungkin) dan ruangan gelap. Baunya juga seperti bau bangunan yang tua membuat saya sedikit ragu untuk masuk ke dalam area yang gelap. Ada juga beberapa area di dalam candi yang dilarang untuk dimasuki oleh wisatawan. Namanya juga bangunan dari abad ke - 9 masehi, pasti ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi ketika berada di bangunan tersebut. Selain dilarang masuk ke beberapa tempat, kita juga dilarang untuk memanjat candi.
Kalau diperhatikan setiap pahatan yang detail ditiap candi, semuanya mengandung nilai seni yang tinggi. Hal ini membuat saya menjadi tambah bangga dengan bangsa ini dengan semua peninggalannya dari jaman dulu. Semoga pemerintah kita bisa senantiasa menjaga dengan sepenuh hati cagar budaya yang dimiliki oleh Indonesia yang tentu saja tidak dimiliki oleh negara lain.



Sekian catatan perjalanan saya selama sekitar seminggu liburan di tiga kota. Singkat, tapi saya merasa beruntung bisa berkunjung ke beberapa tempat yang semuanya meninggalkan kesan yang berarti dihati saya. Melelahkan pastinya, tapi juga menyenangkan. Dan sekarang saatnya kembali kepada kenyataan, melihat setumpuk pekerjaan di kantor yang menuntut untuk segera diselesaikan.
Dan bagi Anda, apakah masih ingin menghabiskan kocek yang tidak sedikit hanya untuk pergi mengunjungi negara-negara tetangga yang tidak jauh lebih indah dan menarik dari Indonesia ? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar