Rabu, 05 September 2018

Movie Review: The Nun (2018) - Spoiler Alert

Oke.. sebelum ngomongin filmnya, mari kita bahas dulu antusiasme penontonnya. Kebetulan saya berkesempatan nonton film ini dihari premier dan di jam prime time yaitu jam 19:15 WITA. Beli tiketnya lewat Tix ID jadi kita bisa pilih kursi duluan dan bisa terus pantau apakah kursi-kursi disamping masih kosong atau sudah ada yang ngisi. Seluruh seat di teater sudah hampir full-booked akan tetapi seat disamping saya kosong karena memang seat itu hanya satu, ga cocok untuk orang-orang yang mau nonton rame-rame bareng teman atau keluarga. Tapi siapa sangka ketika film sudah mau mulai, ada aja yang mau beli tiket dengan duduk di kursi itu, terpisah sama teman-teman yang lain. Dan juga kursi paling depan dekat layar jadi full ! padahal terakhir saya pantau di app tiga baris paling depan masih kosong. Nonton duduk terpisah dari teman, atau nonton paling depan dekat layar sampai leher sakit, semua itu rela dilakukan demi untuk liat film spin-off dari The Conjuring 2, yaitu The Nun. 

Mungkin sudah banyak yang nungguin film ini tayang dari tahun lalu. Semua pada penasaran pengen tau asal usul Valak, setan yang berwujud biarawati jahat yang menghantui sebuah keluarga di Einfield, Inggris. Di film ini, jelas terjawab Valak berasal darimana akan tetapi saya masih tetap punya satu pertanyaan besar yang jawabannya ga saya temukan di film The Nun ini, but will talk about it later at the end. Yang pasti, ga perlu menunggu berlama-lama untuk merasakan sensasi mencekam dari sebuah film horor. Intronya aja udah banyak bikin kaget dan langsung disuguhi dengan scoring yang bikin ngilu saking mencekamnya (nah lho gimana tuh scoring yang bikin ngilu? :D). Yang pasti kehadiran Valak sebagian besar selalu dibarengi dengan scoring yang ga setengah-setengah dan bikin merinding.

Cerita film ini berawal dari kejadian biarawati yang bunuh diri di sebuah biara terkutuk di daerah terpencil di Rumania. Kejadian tersebut membuat Vatikan perlu menyelidiki ada apa sebenarnya di biara tersebut dan perlu mengevaluasi apakah biara itu masih layak untuk menjadi tempat suci. Diutuslah seorang pastor yang sudah terbiasa mengivestigasi kasus-kasus diluar nalar, yaitu pastor Burke. Tidak ingin menyelidiki sendirian, pastor Burke minta ditemani oleh seorang biarawati yang punya indera keenam yaitu suster Irene. Sedikit info, pemeran suster Irene adalah adik kandung dari Vera Farmiga, pemeran Lorraine Warren di The Conjuring 1 & 2. Suster Irene inilah yang menjadi pemecah solusi dan petunjuk untuk mengungkap misteri yang ada di biara tempat Valak bersemayam.

Ada lagi satu pemeran utama dalam film ini, yaitu Maurice alias "Frenchie" yang nanti dibagian akhir dijelaskan kalau tokoh tersebut ada sedikit keterkaitan dengan cerita di film The Conjuring 1. Frenchie adalah seseorang yang menemukan jasad biarawati yang bunuh diri di biara dan kesengsem sama suster Irene. Awalnya dia hanya bertugas mengantarkan pastor Burke dan suster Irene ke biara tapi karena dia ada rasa dengan si suster jadilah dia ikut terlibat untuk menyelamatkan Burke dan Irene dari teror demi teror yang datang ke mereka sejak mereka memutuskan untuk memasuki wilayah terkutuk hingga ke sampai ke biara. Peran Frenchie disini sebagai pemberi intermezzo dari suasana tegang dalam film. Ada beberapa adegan - adegan dan dialog lucu yang diberikan oleh Frenchie supaya kita ga terlalu tegang disepanjang film, akan tetapi jangan berharap banyak untuk sering-sering ketawa karena ga lama kemudian kita akan kembali disuguhkan dengan adegan-adegan mencekam lagi.

Balik ke cerita, setelah tiba di biara, kejadian - kejadian aneh mulai dialami oleh Burke dan Irene. Masing-masing dari mereka mulai dihantui oleh setan-setan yang terbentuk dari pengalaman masa lalu mereka. Akan tetapi bagi Irene, karena dia diberi kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain, sedikit demi sedikit dia bisa menguak misteri yang ada di biara tersebut. Mulai dari diberi petunjuk oleh para roh-roh biarawati yang sudah meninggal hingga kejadian masa lalu tentang bagaimana Valak bisa menghantui tempat itu dan cara supaya Valak bisa diusir selama-lamanya.

Singkatnya, biara tersebut dulunya adalah tempat pemujaan setan yang ritualnya bisa membuka gerbang neraka supaya iblis bisa masuk ke alam kita. Akan tetapi tentara Rumania jaman dulu berhasil menaklukan tempat tersebut dan menutup gerbang neraka dengan darah Yesus. Agar gerbang neraka tersebut tidak bisa terbuka lagi selamanya, dijadikanlah tempat itu sebagai biara yang ditinggali oleh para biarawati yang tidak henti-hentinya berdoa secara bergantian agar gerbang neraka tidak akan pernah terbuka. Akan tetapi, karena suatu hari ada perang dan ada serangan bom di biara itu, akhirnya gerbang neraka terbuka lagi dan munculnya Valak adalah sebagai pertanda bahwa gerbang neraka telah terbuka. 

Endingnya, Valak berhasil diusir selamanya ke neraka dan biara serta daerah disekitarnya kembali menjadi suci lagi. Tapi pertanyaan besar saya adalah kalau memang Valak bisa diusir, kenapa dia bisa muncul lagi beberapa puluh tahun setelahnya dan meneror sebuah keluarga di Einfield? Mainnya juga jauh banget, dari Rumania terus jadi melancong ke Inggris. Tidak dijelaskan sama sekali jawabannya di film The Nun. Dan untuk keterkaitan Frenchie di film The Conjuring yang pertama, dia adalah orang yang ada dicuplikan video eksorsisme milik Ed Warren yang dipresentasikan di sebuah seminar. Meskipun Valak sudah diusir, tapi Frenchie berhasil dirasuki oleh sisa-sisa roh jahat dari biara dan proses excorsist nya adalah adegan yang muncul di pertengahan dalam film The Conjuring 1 dan memberikan penglihatan untuk Lorraine tentang ancaman Valak yang difilmkan di The Conjuring 2.

Overall menurut saya film ini memiliki essence horor yang luar biasa. Karena dari awal hingga akhir hanya sekitar 10% saja ceritanya yang tidak mengandung materi horor, sisanya ya adegan-adegan menegangkan semua. Jumpscare andalan jelas ditampilkan, tapi tidak murahan. Yang pasti menurut saya The Nun adalah spin-off dari The Conjuring yang jauh lebih baik dari Annabelle. Lagi-lagi James Wan mampu memukau penggemar film horor dan menebus kekecewaan kita semua setelah filmnya yang terakhir, Insidious: The Last Key. Meskipun ada sedikit kekecewaan dari penonton karena setannya yang.. (mending nonton aja sendiri yah buat tau lanjutan kalimat ini :D) Tapi secara pribadi, saya rasa film ini pantas untuk dapat rate 8,5/10 , and of course... we all can't wait to see another James Wan movie !


Jumat, 31 Agustus 2018

Asian Games 2018 - Feel the Energy of Asia !

Dikasih kesempatan lagi untuk business trip ke Jakarta selama seminggu sama sekali tidak akan saya sia-siakan untuk hanya berkutat dalam urusan kantor seperti meeting, lembur dan lain-lain. Kebetulan yang sangat menyenangkan sekali kedatangan saya di Jakarta kali ini bertepatan dengan event Asian Games yang tidak diselenggarakan sering-sering. Awalnya, sebelum ada sharing-sharing dengan orang disini, saya berencana untuk hanya nekat pergi sendirian. Tapi setelah ada kesempatan ngobrol-ngobrol cantik dengan salah seorang karyawan disini, ternyata dia juga ingin sekali melihat salah satu pertandingan Asian Games. Seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, saya langsung semangat membicarakan tentang kapan kita menjadwalkan untuk melihat pertandingan, jam berapa on the way nya, dengan apa kesananya dan lain-lain.

Perjuangan untuk nonton Asian Games diawali dengan cari tiket. Percayalah, untuk mendapatkan tiket nonton di GBK ternyata tidak semudah yang kita kira. Karena juga harus menyesuaikan dengan jadwal jam pulang kantor, jadilah pilihan pertandingan yang bisa kita tonton sangat terbatas yaitu hanya harus pertandingan diatas jam 6 sore. Selain itu juga ada tantangan lain, yaitu tiket yang sudah sold out. Tapi alhamdulillah semua kendala itu teratasi dengan bantuan karyawan lain disini yang entah bagaimana caranya bisa mendapatkan tiket untuk cabang olahraga atletik yang pertandingannya dimulai jam 7 malam. Buat kami saat itu, nonton cabang olahraga apapun tidak masalah yang penting bisa merasakan kemeriahan Asian Games di Jakarta yang belum tentu dalam 20 atau 30 tahun diselenggarakan di kota ini lagi.

Setelah cari tiket, tantangan kedua adalah cara untuk menuju ke GBK di jam orang-orang pulang kerja. Opsi terbaik untuk menuju kesana adalah dengan motor. Karena kalau pakai taksi online atau transportasi lain hanya akan membuat kita terjebak macet di jalan dan terlambat sampai ke tujuan. Jadilah saya dan teman-teman yang lain sepakat untuk masing-masing order ojek online. Sekali lagi, kami harus berjuang hanya untuk order ojek karena situasi jalanan yang macet dan banyaknya orang lain yang juga order. Kami harus berjalan ke area yang sekiranya lebih mudah diakses oleh driver ojeknya supaya orderan kami juga membuahkan hasil. Setelah sekian lama menunggu akhirnya orderan kami disambut oleh driver ojek yang juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tiba ke lokasi tempat kami menunggu.

Perjalanan menuju GBK rasanya campur aduk. Antara senang menikmati pertama kali naik motor di Jakarta tapi juga ngeri dengan lalu lintas kota besar ini yang sangat ganas. Setiap kali motor yang saya tumpangi berada dekat dengan kendaraan-kendaraan besar, tidak putus-putusnya saya berdoa dalam hati supaya diberi keselamatan. Begitu juga disaat driver ojeknya salip kiri salip kanan untuk memastikan agar saya tepat waktu tiba di GBK. Oh iya, tarif ojek online saat itu dari tempat saya ke GBK juga cukup mahal yaitu sekitar 50ribuan dari hanya 25ribuan saja kalau di jam-jam biasa. Bukan karena jaraknya yang jauh (dari hotel menuju ke GBK tidak terlalu jauh untuk ukuran kota besar), akan tapi memang karena pada waktu itu permintaan untuk ojek online sedang banyak-banyaknya, mungkin juga karena banyak orang yang mau menuju ke GBK.

Setelah sudah tiba di area GBK, situasinya sangat ramai. Banyak kendaraan para penonton, namun banyak juga kendaraan untuk acara Asian Games dari berbagai kontingen negara berlalu lalang. Melihat suasana itu saja rasanya sudah membuat saya sangat excited, ditambah lagi karena ini pertama kalinya juga saya main-main ke GBK. Areanya sangat luas dan motor hanya boleh sampai di depan gate saja. Perjalanan dari gate menuju ke stadionnya juga lumayan jauh kalau harus berjalan kaki. Tapi buat saya tidak ada masalah, semangat untuk melihat pertandingan akan mengalahkan rasa lelah yang akan saya rasakan. 

Saking besarnya GBK, bukan hanya gate yang sangat banyak tapi juga pintu masuk. Tapi sebelum ke pintu masuk, banyak sekali objek rekreasi yang bisa kita kunjungi. Di area luar stadion yang luas terdapat banyak zona yang berisi booth-booth untuk makanan siap saji dan banyak lagi pilihannya yang lain. Untuk mengunjungi semua zona-zona hiburan tersebut diperlukan energi yang besar sementara pada saat itu saya masih belum sempat isi perut sama sekali. Sehingga saya memutuskan untuk masuk ke dalam stadion dulu dan nanti saja foto-foto diluar stadion setelah pertandingan selesai. 

Menuju pintu masuk stadion, riuh para penonton mulai terdengar. Saya semakin tidak sabar untuk segera memasuki stadion. Akhirnya saya melihat secara langsung stadion terbesar yang selama ini cuma saya lihat dari tv dan pada saat itu, pertandingan lari sudah berlangsung sekitar satu atau setengah jam. Tapi tetap saja saya masih bisa menyaksikan sisa pertandingan dan sibuk merekam situasi disitu ke dalam handphone untuk saya upload ke sosial media (people jaman now).

Setelah beberapa saat, saya melihat beberapa orang lalu lalang yang memakai atribut-atribut negara yang mereka dukung. Paling banyak ya tentu saja orang - orang kita memakai atribut bendera Indonesia yang berupa stiker yang ditempel ke pipi, atau ikat kepala merah putih dan lain-lain. Saya jadi merasa ingin juga memakai atribut bendera untuk memeriahkan suasana. Maklum, outfit kami semua adalah outfit kantoran yang sama sekali tidak ada sporty-sporty nya, hehe. Jadilah setelah satu pertandingan berakhir saya memutuskan keluar untuk mencari atribut bendera yang bisa saya pakai. Gilanya, setelah tanya sana sini ternyata yang jual atribut tersebut ada di luar GBK ! Saya jadi dalam pergolakan batin apakah saya harus bela-belain keluar GBK yang jaraknya jauh sekali itu atau pasrah saja nonton pertandingan Asian Games dengan outfit kantoran. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk nekat memburu abang-abang penjual atribut bendera yang beredar di luar GBK. Masalah pegal dan kram kaki yang nanti akan saya rasakan bagi saya akan jadi urusan belakangan.

Mungkin ada hikmahnya juga saya memutuskan untuk bercapek-capek jalan jauh keluar GBK lagi. Saya jadi tahu zona-zona hiburan yang ditawarkan di GBK yang tidak kalah mengasyikkan dari menonton pertandingan. Banyak sekali pilihan makanan dan minuman yang bisa kita pilih untuk isi perut atau sekedar meghilangkan dahaga setelah lelah mengeksplor GBK. Juga dimeriahkan dengan pengisi-pengisi acara yang menambah keseruan di zona hiburan. Akan tetapi saya cukup lelah untuk mampir foto-foto dan hanya ingin membeli makanan dan minuman untuk saya bawa balik ke dalam stadion. Tapi semua fasilitas yang ada di GBK untuk Asian Games membuat saya sangat terkesan. Saya yakin wisatawan mancanegara yang datang kesini untuk event Asian Games pasti sangat kagum dengan Indonesia.

Setelah pertandingan berakhir, dimulailah sesi foto-foto untuk koleksi kami nanti di sosial media. Orang-orang pun mulai banyak yang meninggalkan stadion tapi saya perhatikan ada penonton yang berfoto dengan atlet pemenang. Yang ada dipikiran saya mungkin orang-orang itu memegang tiket VVIP sehingga tempat duduk mereka memungkinkan untuk didatangi para atlet yang selesai bertanding dan berfoto dengan para atlet tersebut. Akhirnya saya mengajak teman-teman yang lain untuk mendekat ke area VVIP. Nothing to lose, waktu itu prinsip saya. Tapi siapa yang sangka ternyata karena sudah agak sepi kami semua bisa masuk ke area VVIP tanpa ada petugas yang melarang. Ternyata memang selalu ada balasan bagi orang yang mau berusaha ya. Kami pun akhirnya berada di sekitar para penonton VVIP yang berasal dari Jepang, ada juga sih yang dari India. Meskipun berbeda bangsa, tapi kami memiliki satu tujuan yang sama yaitu berfoto dengan para pemenang. Karena setelah victory ceremony (proses penyerahan medali), sebagian pemenang biasanya meluangkan waktu ke area penonton VVIP. Momen itulah yang dengan sabar kami nanti-nantikan. 

Dan... akhirnya penantian kami membuahkan hasil. Pelari dari Qatar mulai mendatangi penonton yang teriak-teriak histeris minta didatangi untuk foto. Karena saya berada di tepi pagar pembatas jadilah saya bisa berfoto dekat sekali dengan pelari peraih medali emas yang bernama Abderrahman Samba. Ada sedikit kejadian lucu disaat saya mau berfoto sama dia. Jadi dia sudah mau menunggu untuk foto sama saya, tapi karena situasi disitu terlalu ribet atau bagaimana handphone saya yang sudah saya set ke mode photo, jadi berubah dan untuk mengubah ke mode foto lagi membutuhkan waktu yang cukup lama. Untungnya, dia orangnya baik dan ramah sekali jadi dia mau menunggu sampai saya bisa mengakses kamera. Tidak hanya foto bareng tapi saya juga memegang medali emasnya. Pengalaman yang sangat mengesankan buat saya.

Abderrahman Samba, super ramah (gold medalist)

Ada juga pelari lain dari tim Qatar yang juga mendatangi kami dan berhasil saya video (sayangnya saya masih belum tahu cara memasukkan video disini). Pokoknya tim dari Qatar ramah semua. Orang-orang Jepang di sekitar saya semuanya ikut dalam kemeriahan berfoto bersama akan tetapi mereka harus kecewa karena tim pelari dari Jepang tidak mendatangi mereka ke area penonton. Saya juga berharap bisa berfoto dengan pelari dari Jepang karena mereka semua ganteng-ganteng sekali, haha. Tapi, mungkin karena memang rejeki kami untuk bisa berfoto dengan mereka, kami akhirnya punya kesempatan untuk itu setelah sudah keluar dari GBK. Jadi ceritanya, setelah kami foto-foto sendiri diluar GBK, tiba-tiba ada kerumunan orang yang teriak-teriak histeris dan setelah kami cari tahu ternyata orang-orang itu histeris dengan para atlet Jepang yang sudah mau pulang! Jadilah kami mendatangi kerumunan orang tersebut dan berfoto dengan dua pelari ganteng Takatoshi Abe dan Shota Iizuka.

Shota Iizuka, super ganteng (silver medalist)

Takatoshi Abe, super manly ! (silver medalist)

Bisa berfoto dengan para pemenang medali emas dan perak tersebut membuat kami melupakan untuk foto-foto lagi di area luar GBK karena kami juga merasa sudah cukup mendapatkan banyak foto yang legendary. Secara keseluruhan, pengalaman kami nonton Asian Games 2018 ini sangatlah berkesan. Dan secara pribadi, saya merasa kunjungan saya ke Jakarta kali ini lebih berkesan dibanding dari yang sebelumnya. Good dinners, good moment, good people, good experience. Saya berharap semoga kalau ada trip ke Jakarta lagi saya mendapatkan pengalaman seru lainnya yang tidak akan saya lupakan. 


Jakarta,


30 Agustus 2018

It has been an amazing moment !




Senin, 23 Juli 2018

Movie Review: Skyscraper (2018)

Sebelum saya nonton film, biasanya saya baca dulu review-review dari orang tentang film tersebut. Ga terkecuali sama film Skyscraper ini. Penilaian dari orang-orang pun beragam. Ada yang bilang lumayan, ada yang bilang wajib tonton dan ada juga yang bilang “something’s missing” dibagian chemistry antara si tokoh utama dan keluarganya didalam film. As for me, ngeliat dari posternya aja udah bikin penasaran buat nonton. Sedikit cerita, saya ini kadang feelingnya kuat banget dalam hal menilai dari luar. Misal, bisa menilai sebuah restoran itu yang makanannya bakal jadi favorit saya atau ngga hanya dari tampilan luarnya. Gitu juga kalo ngeliat poster film, udah bisa tau kalo film itu bakal jadi favorit saya atau ngga hanya dari graphic reference posternya. Nah, pas ngeliat poster film Skyscraper ini di bioskop, tanpa perlu nonton trailernya lagi, saya udah punya feeling kalo I will love this movie. And that was right! Diantara banyaknya film - film komedi indo asal-asalan yang bikin banyak penonton kecewa, nonton Skyscraper bisa jadi “obat penawar luka” bagi para pecinta film.


Langsung aja saya kasih gambaran tentang plot film ini.Tidak perlu menunggu lama-lama sampai kita disuguhkan dengan adegan menegangkan yang bikin kita terbawa ke dalam film. Bercerita tentang sebuah gedung pencakar langit di Hongkong bernama The Pearl yang dibangun sangat tinggi, memiliki lebih dari 200 lantai yang juga dilengkapi dengan teknologi super canggih dan fasilitas mewah lainnya. Pemeran utama, The Rock alias Dwayne Johnson berperan sebagai Sawyer, perancang gedung tersebut dan memiliki semua akses untuk mengontrol gedung melalui sebuah tablet. Sawyer memiliki seorang istri dan dua orang anak. Inti dari cerita film ini adalah perjuangan seorang ayah yang dengan segala keterbatasannya melakukan segala cara untuk menyelamatkan keluarganya yang berada di dalam gedung pencakar langit yang akan terbakar habis. Pelaku kejahatan yang bernama Kores Botha adalah seorang kriminal yang terlibat dengan sindikat penjahat kelas kakap yang akan mengancam membunuhnya karena sudah melakukan kesalahan yang dapat mengakibatkan terbongkarnya jaringan sindikat tersebut ke kepolisian.


Agar tidak dibunuh oleh sindikat kejahatan tersebut, Botha harus merebut data rahasia yang dimiliki oleh Zhou, taipan kaya raya di Hongkong yang juga adalah pemilik The Pearl. Untuk bisa merebut data rahasia yang dipegang oleh Zhou, Botha harus membakar sebagian besar gedung pencakar langit sebagai ancaman bagi Zhou untuk menyerahkan datanya. Disini, Sawyer mau tidak mau harus terlibat dalam drama tersebut karena keluarganya berada di dalam gedung dan sebagai orang yang paling tahu tentang Pearl, Botha memanfaatkan Sawyer untuk merebut data yang diinginkannya dari Zhou. 

Saya harus acungi jempol untuk rumah produksi di Hollywood yang ga pernah setengah-setengah dalam membuat film. Dengan budget yang pastinya ga sedikit, didukung dengan jalan cerita yang pastinya juga ga murahan, jadilah film box office yang sangat berkualitas. Salah satunya ya Skyscraper ini. Ada yang bilang chemistry suami istri dalam film ini kurang oke atau kurang mingle tapi kalo menurut saya, itu salah besar. Istri Sawyer diceritakan adalah seorang wanita yang bekerja dimiliter, diperankan oleh Neve Campbell. Kalau ada yang merasa familiar dengan aktris ini, dia adalah pemain film Scream dari yang pertama sampai keempat. Kualitas aktingnya masih oke punya dan awet cantik. Karakternya di film Skyscraper ini lembut tapi garang. Lembut dalam melindungi anak-anaknya dan  garang ketika harus berhadapan dengan penjahat. Adegan neck and neck antara Sawyer dan istrinya dalam bekerja sama untuk menyelamatkan ini menurut saya malah yang bikin film ini jadi keren banget. 

Mungkin akan jadi seru banget kalo kita bisa nonton film ini dengan efek 3D. Dan bagi yang fobia sama ketinggian banyak-banyakin aja nutup mata atau ngeremes tangan partner nonton anda ketika disuguhkan dengan adegan manjat-manjat gedung dan jatoh dari ketinggian. Disutradarai oleh Rawson Marshall Thurber dengan budget sekitar USD 129 juta, IMDB kasih rating untuk film ini 6,2/10. Tapi buat saya pribadi, Skyscraper pantas mendapatkan rating 8,5/10.



Selasa, 24 April 2018

Cynthia Nixon and Miranda Hobbes

After the first time I watched “Sex and the City” the series, I am obsessed! Mostly because the plot is so relevant to me. And the acting of the casts are amazing. They were really into their characters that we could believe the story is real while it is purely fictional. As for some people, maybe the series won their heart because of the fashion. Yep, the show accentuates high fashion in each episode.

Cut to the chase, I want to describe a little about the story. It is about four New York single girls who are very close with each other as best friends. There is Carry Bradshaw, a columnist who is writing about sex every week for newspaper. Then there is Samantha Jones, the ultimate party girl who refuse to committed with anybody but one night stand partner for one night stand sex. And, Charlotte York, who believes in marriage, having quite lavish life but face some struggles to find the one. And the last but not least, Miranda Hobbes, a very tough lawyer who appreciates sarcasm very much.

They live in New York City (NYC) like since forever. The city is their soul. So “Sex and the City” (SATC) basically describe their stories in New York. That makes the city has main role here equal with the four girls. And surprise, on March 20th 2018, Cynthia Nixon who played Miranda Hobbs has announced that she is running for Governor of New York City ! As a democrat, she will face Governor Cuomo in a September primary.


Cynthia Nixon as Miranda Hobbes in SATC


As a big fan of SATC, it really got me. Because she just brings her Miranda Hobbes character into reality. In SATC, she is a smart woman who has a job as lawyer, tough one. She loves NYC especially Manhattan, as much as other girls that she is really sad when she needs to move to Brooklyn because she needs to find bigger house for her family. So is with Carrie Bradshaw who was being invited by her boyfriend to move to Paris for good. They embrace NYC so much in the show. And by Cynthia Nixon is one step closer to become the governor of NYC, I think it will touch all big fan's hearts of SATC including me !

Unfortunately (for me), Cynthia is a lesbian in real life. She has a wife that she married long time ago. As I never (and won't) support LGBTQ, for me it's a shame if NYC has a lesbian governor. Cynthia has been active in politics, particularly on behalf of LGBTQ issues. She was politically vocal last year at the Tony Awards when she won for Best Featured Actress in Lillian Hellman’s The Little Foxes and has not held back when it comes to Trump. So you can already guess, lot of her policy plans will include lot of support for LGBTQ. And she also will legalize Marijuana, which is still quite controversial because lot of people would agree and disagree. But she is unstoppable. As I see from the news, the campaign has already started since a month. And it seems that she has lot of supporters who would vote her. 

Cynthia as a governor candidate. Such a Miranda Hobbes move

If I was New Yorker, I might not give my vote for her due to her lesbian status. But I will be still amazed that she brings her character as Miranda Hobbes in SATC to reality. After SATC 2 the movie, there will be no SATC 3 for sure, because one of the main character could be a governor this year and also Kim Catrall who played Samantha Jones seems having a personal issue with executive producer Sarah Jessica Parker. It is devastating that there will be no more SATC series or movie but I can still enjoy watching the old shows. Good luck for your candidacy, Cynthia. You will be forever Miranda Hobbes in my heart...


Minggu, 15 April 2018

"Laras" (published in vemale.com)

Ini kisah tentang sahabat wanita saya yang dulunya kami memiliki hubungan yang sangat dekat. Tidak heran, karena kami satu kosan selama bertahun-tahun ketika menempuh pendidikan disalah satu kota di pulau Jawa. Meskipun kami memilih jurusan kuliah yang berbeda, saya ambil manajemen dan dia ambil kedokteran, tapi karena tinggal seatap, kami sudah seperti saudara sendiri. Sebut saja namanya Laras. Dia lebih tua sekitar lima tahun dari saya sehingga Laras sudah saya anggap sebagai kakak saya selama diperantauan.

Kami sering sharing mengenai kehidupan kami. Hampir semua hal kami curhatin tiap hari. Mulai dari masalah pacar, kuliah, pertemanan, keluarga dan sebagainya sehingga kami sangat mengetahui kisah hidup masing-masing. Laras adalah seorang anak yatim yang sudah lama ditinggal ayahnya. Ibunya masih bekerja pada saat itu sebagai PNS dan adik laki-lakinya juga sedang memasuki jenjang kuliah. Laras memiliki seorang long-term boyfriend yang sudah dipacarinya sejak SMA. Sehingga pada saat itu, sudah sembilan tahun lamanya mereka berpacaran.

Laras sering sekali menceritakan tentang bagaimana pacarnya sangat mencintainya. Sebut saja nama pacarnya, Satria. Pada saat itu, tiap kali saya di kosan bercerita tentang pacar saya, dia selalu bilang kebaikan pacar saya tidak apa-apanya dengan Satria. Begitu juga dengan teman kosan yang lain, ketika kami sudah mulai membicarakan topik tentang cowok, Laras pasti memamerkan kebaikan pacarnya kepada kami sampai terkadang kami kesal sendiri.

Di belakangnya, tidak jarang teman kosan saya yang lain membicarakan bagaimana kesalnya mereka kalau Laras sudah mulai menyombongkan tentang kebaikan pacarnya. Memang sih, meskipun Satria tidak ganteng-ganteng amat, tapi Satria adalah pemegang gelar sarjana teknik dari ITB dan saat itu sedang mengambil pendidikan Magister Manajemen. Laras bangga sekali dengannya. Belum lagi kalau menurut cerita Laras, sekejam apapun perlakuan Laras ke Satria, dia akan selalu bertekuk lutut mengalah dengan Laras. Satria sangat mencintai Laras tanpa syarat, begitulah cerita tentang Satria menurut versinya Laras. Karena Satria sering main ke kosan untuk mengunjungi Laras, jadinya kami semua juga lumayan sudah mengenal Satria. Menurut saya orangnya memang baik dan penurut. Watak Laras yang lumayan keras, memang cocok bersanding dengan laki-laki seperti Satria yang sepertinya suka mengalah. Saya dan teman kosan yang lain juga sangat mendukung kalau mereka menikah setelah Satria lulus dari pendidikan magisternya.

Beberapa tahun kemudian, sampai pada suatu hari, kami semua seperti tersengat petir disiang bolong. Salah satu teman kosan saya, Nanda, menerima undangan pernikahan. Sebenarnya bukan untuk Nanda, tapi untuk papa nya. Dan Nanda kaget bukan main melihat itu adalah undangan pernikahan Satria dengan wanita lain, bukan dengan Laras ! Hanya dalam waktu singkat berita itu sudah sampai ke telinga lima orang teman kosan saya yang lain. Kami langsung berembuk apa yang harus kami lakukan. Karena sampai saat itu, yang kami tahu Laras masih berpacaran dengan Satria, dan Laras tidak pernah bilang kalau dia putus atau apa. Hanya saja dia bilang selama beberapa bulan ini dia merasa sedikit jauh dengan Satria, itu saja.

Sampai pada akhirnya Laras kami beritahu keesokan harinya, dia sangat kaget dan marah kepada kami. Dia bilang kenapa kami tidak memberitahu berita itu secepatnya supaya dia bisa menggagalkan pernikahan Satria atau minta tanggung jawab dengan Satria karena sudah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Pada saat itu kami mengerti kalau Laras hanya sedang tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa kami lakukan hanyalah menerima kemarahannya kepada kami, menemaninya dan menenangkannya. Hari-hari selanjutnya kami lewati dengan mendampingi Laras tiap kali dia butuh teman cerita. Sebagai perempuan, kami mengerti sekali betapa sakitnya ditinggal nikah oleh kekasih yang sudah dipacari hampir satu dekade tanpa ada pembicaraan sedikitpun.

Beberapa bulan kemudian, Laras mencoba untuk move on. Banyak teman-teman kampusnya yang selalu berusaha mengenalkan dia dengan pria-pria yang potensial untuknya. Setelah beberapa lama, akhirnya dia berpacaran dengan Hilman, yang bekerja di perusahaan Amerika dan sering dikirim tugas ke luar negeri. Akan tetapi hanya sekitar berapa bulan, Hilman memutuskan hubungan dengan Laras. Hanya merasakan kebahagiaan sebentar, Laras sudah harus merasakan kepahitan lagi. Seperti membuka luka lama yang bahkan belum pulih. Hari-hari dilalui Laras dengan sedih. Meskipun dari luar terlihat biasa saja, tapi sebagai sahabatnya saya tahu kalau dia cuma berpura-pura tidak ada apa-apa. Setelah Hilman, dia sempat beberapa kali menjalin hubungan dengan pria tapi masih saja gagal. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk PTT ke daerah yang jauh sekali dari kampung halamannya. Mungkin dia ingin benar-benar melupakan kehidupannya di pulau Jawa dan mengasingkan diri ke Atambua..

Pada saat dia PTT, saya pun sudah lulus kuliah. Selesai juga masa perantauan saya dan saya kembali ke kampung halaman hingga sekarang. Teman-teman kosan yang lain juga kembali ke kota masing-masing setelah selesai menempuh pendidikan di kota orang. Sedihnya, kami tidak bisa bersama-sama lagi seperti dulu waktu masih satu kos. Komunikasi pun cuma bisa hanya sesekali karena kami sudah sibuk dengan kehidupan baru masing-masing. Sampai pada akhirnya saya mendapat berita kalau Laras sudah menikah di Atambua. Dia menikah dengan anak kepala puskesmas tempat dia bekerja. Yang bikin saya lebih kaget lagi, Laras pindah agama, mengikuti agama si suami. Saya dan teman-teman yang lain sangat kaget dengan cerita kehidupan Laras di Atambua. Kehidupannya jauh berbeda ketika dia masih menempuh pendidikan dokter. Seperti lebih memprihatinkan karena katanya suaminya sangat dominan terhadapnya. 

Setelah menikah, Laras seperti menarik diri dari kami. Mungkin karena dia merasa kami akan menghakimi keputusannya yang tidak disangka-sangka. Laras juga menarik diri dari ibu dan adik laki-lakinya karena tidak ada dari mereka yang setuju dengan pernikahan Laras dan keputusannya untuk pindah agama. Kami pun mengetahui kalau ternyata Laras masih mempunyai seorang Ayah, hanya saja ayah dan ibunya sudah bercerai sejak Laras masih kecil. Sementara yang kami tahu selama ini dari Laras kalau ayahnya sudah meninggal dunia.

Saat ini Laras sudah mempunyai dua orang anak. Kami hampir tidak pernah lagi berkomunikasi sedikitpun. Terkadang kalau saya merasa kangen dengannya, saya cuma mengunjungi profil facebook nya saja. Dia terlihat bahagia sekali dengan keluarga kecilnya di foto. Saya menyayangkan keputusan Laras untuk pindah agama, menetap di Atambua, menarik diri dari kami dan keluarganya, tapi mungkin dari situlah Laras mendapatkan kebahagiaannya. Meskipun dari cerita teman Laras yang sama-sama PTT di Atambua, kalau kehidupan Laras lebih memprihatinkan dibanding sebelum dia menikah, tapi mungkin itu tidak penting baginya. Mungkin yang terpenting untuk Laras adalah dia sudah memiliki seorang suami dan anak-anak seperti yang sudah dia impikan sedari dulu waktu masih bersama dengan Satria. 

Begitulah cerita tentang sahabat wanita saya yang sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya yang mungkin disebabkan dari rasa sakit karena berkali-kali merasakan pedihnya patah hati. Apapun itu, saya cuma berharap semoga keputusan yang sudah dia ambil mengarahkannya kepada kebahagiaan yang selama ini dia cari.. Love you always, sister :)

Rabu, 04 April 2018

Central Java Trip (Part 2)

Di blog saya yang sebelumnya, saya sudah berbagi pengalaman mengasyikan di kota Cilacap dan Purwokerto khususnya daerah wisata Baturraden, Dan kali ini saya mau lanjut cerita tentang area wisata Small Garden & Small World yang terletak di Baturraden. Sesuai dengan namanya, wisata ini menawarkan taman yang indah untuk dijelajahi dengan pemandangan pegunungan yang amazing, serta berbagai miniatur ciri khas negara-negara di dunia yang iconic, seperti miniatur menara Eifel, Merlion, Monas, menara Pisa dan lain-lain. Langsung saja saya memulai sesi foto-foto dan selfie. Waktu saya baru tiba disana lumayan masih pagi sehingga belum terlalu banyak pengunjung. Sehingga kami lebih bebas untuk berfoto tanpa ada photobomb. 

 

Seandainya dulu berkesempatan foto prewed disini
Beberapa sudut yang ada di taman ini kalau di foto tampak seperti di Eropa. Saya tidak melebih-lebihkan ya, karena memang pemandangan gunungnya mengingatkan saya dengan pemandangan di Swiss atau Jerman yang saya lihat dari tv atau internet. Bedanya cuma tidak bersalju, tapi tidak kalah cantik kok dengan view yang ada di luar negeri

Sudah seperti di Belanda, belum? :)


Minusnya, lagi-lagi untuk urusan perut tidak ada banyak pilihan yang tersedia di tempat wisata ini. Seingat saya cuma ada satu kafe yang buka dengan menu-menu modern seperti chicken wings, ayam goreng dan sejenisnya. Mungkin juga keterbatasan pilihan makanan disini karena memang tempat wisata ini cukup terbilang baru. Dan saya perhatikan juga banyak rombongan pengunjung yang membawa makanan sendiri, sehingga jadi seperti piknik. Tapi semoga kedepannya ditahun-tahun mendatang disaat saya kembali lagi, sudah ada banyak pilihan makanan untuk pengunjung yang harus mengisi perut.
Well, itulah sedikit cerita saya dari Baturraden, Purwokerto. Tidak hanya banyak pilihan wisata yang ditawarkan, tapi juga kita tidak perlu mengeluarkan uang banyak karena tarif masuk ke dalam lokasi wisata sangat terjangkau. Contohnya HTM untuk masuk ke Small Garden ini hanya 20 ribu/orang. Semoga saya bisa liburan lagi ke Baturraden bersama dengan lebih banyak orang supaya tambah seru dan mengasyikan.

3. Yogyakarta

Kota ini sudah sangat populer tidak hanya bagi kita orang Indonesia, tapi juga bagi turis-turis mancanegara. No wonder, because Yogyakarta is wonderful ! Tidak sering kita temukan sebuah kota yang masih kental sekali seni dan budayanya juga banyak pilihan tempat untuk berwisata. Kalau bagi saya pribadi, Jogja adalah saksi penting awal hidup saya karena saya mengadakan acara lamaran di kota ini. Sayangnya karena saya cuma stay satu malam di Jogja sebelum kembali ke Balikpapan jadi tidak banyak tempat yang bisa saya eksplor. Setelah tiba di Jogja dan beristirahat sebentar di hotel, pas setelah magrib saya mulai "beredar" untuk menikmati suasana kota Jogja. Hotel yang saya tempati tidak berada di kawasan Malioboro, lebih tepatnya di Jalan Mangkuyudan, Mantrijeron. Saya ingin cari suasana baru saja selama di Jogja, lagipula untuk menuju ke daerah Malioboro hanya membutuhkan waktu tidak sampai 15 menit dengan mobil. Tujuan pertama saya adalah Mal Malioboro untuk makan malam. Bagi saya makan di mal lebih banyak pilihan dibanding makanan yang dijual lesehan atau di jalan ditambah lagi saya banyak mengetahui pengalaman turis-turis yang kena tipu masalah harga makanan. Kalau di mal harganya sudah jelas, tidak bisa diubah-ubah. Pilihan makanannya pun banyak, tidak melulu gudeg atau pecel. Malam itu saya memilih makan nasi hainan dan bebek peking panggang. Endeeuuss sekali kalau kata orang-orang jaman now
Suasana di dalam mal juga sangat ramai, karena kebetulan pada saat itu sedang long weekend sehingga orang-orang yang berkunjung ke Jogja jauh lebih ramai dari biasanya. Setelah selesai makan malam dan cuci mata di mal sebentar, saya langsung menuju ke jalan Malioboro yang legendary. Hanya dengan jalan-jalan saja dan melihat sekitar sudah cukup menghibur saya. Karena di sepanjang jalan kita bisa menikmati bangunan-bangunan tua dan bersejarah, juga ada semacam pertunjukan jalanan dari seniman-seniman jalanan Jogja. 

Kawasan 0 Kilometer
"No caption needed" :)
Setelah sudah merasa sangat lelah berjalan-jalan kami segera menuju ke hotel untuk beristirahat. Keesokan harinya kami memutuskan untuk sarapan pagi di alun-alun kidul yang ada pohon beringin kembar "lejen" nya. Saya lupa nama warung tempat saya sarapan apa, tapi yang pasti bubur ayamnya oke punya ! Lontong sayurnya juga luar biasa endulita jos gandhos. Sederhana tapi enak dan murah meriah. Setelah sarapan akhirnya kami memutuskan untuk ke satu tempat lagi sebelum kami pulang ke Balikpapan, yaitu ke Candi Prambanan. Tapi sebelum menuju candi, tidak lengkap rasanya kalau tidak mencoba berjalan diantara pohon beringin kembar yang mitosnya sudah sangat terkenal. Kelihatannya mudah ya, tinggal berjalan lurus sambil tutup mata melewati pohon beringin, tapi percayalah bagi sebagian orang atau malah kebanyakan orang merasa itu sangat sulit. Saya pun merasakannya, padahal saya sudah merasa berjalan lurus saja tapi ternyata saya melenceng jauh ke kanan. Di percobaan kedua, saya sudah berhasil berada di tengah tapi selanjutnya miring ke kiri. Mungkin karena saya masih merasa ragu-ragu untuk berjalan lurus ke depan. Beda lagi dengan suami saya yang berhasil berjalan lurus melewati pohon bringin kembar di percobaan pertama. Terlepas dari apapun mitosnya, mulai dari doa yang terkabul, dan lain-lain bagi saya berjalan melewati pohon beringin kembar hanya hiburan semata.


Selanjutnya kami menuju ke Candi Prambanan. Butuh waktu sekitar setengah jam kalau tidak macet, dari alun-alun Kidul. Setelah tiba di kawasan wisata Candi Prambanan, tidak lupa kami berfoto di depan sebelum masuk ke area candi. Sudah mulai terlihat banyak turis-turis bule yang berada disitu dan diminta foto bareng oleh pengunjung lokal. Mulai memasuki area candi, saya bisa melihat Prambanan dari kejauhan dan menurut saya sangat luar biasa. Kalau Kamboja punya Angkor Wat, Thailand punya Pagoda, sementara Indonesia punya banyak candi yang megah salah satunya ya Prambanan ini. Sebelum menuju ke candi yang paling besar di tengah, kita bisa melihat reruntuhan sisa-sisa candi kecil yang disebabkan oleh gempa besar ditahun 2006 silam. Sangat disayangkan.. tapi apa boleh buat, tidak ada yang bisa menentang bencana alam. 



Mulai menjelajah masuk ke dalam candi, saya lumayan sedikit lelah dengan beberapa anak tangga yang perlu dilewati. Tidak banyak, tapi karena sudah lumayan jauh berjalan dari pintu masuk jadi akhirnya saya sedikit merasa kepayahan untuk menaiki beberapa anak tangga di beberapa candi. Ketika saya menengok ke dalam sebuah candi yang paling besar, di dalamnya tidak apa-apa, hanya ada patung dewa (mungkin) dan ruangan gelap. Baunya juga seperti bau bangunan yang tua membuat saya sedikit ragu untuk masuk ke dalam area yang gelap. Ada juga beberapa area di dalam candi yang dilarang untuk dimasuki oleh wisatawan. Namanya juga bangunan dari abad ke - 9 masehi, pasti ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi ketika berada di bangunan tersebut. Selain dilarang masuk ke beberapa tempat, kita juga dilarang untuk memanjat candi.
Kalau diperhatikan setiap pahatan yang detail ditiap candi, semuanya mengandung nilai seni yang tinggi. Hal ini membuat saya menjadi tambah bangga dengan bangsa ini dengan semua peninggalannya dari jaman dulu. Semoga pemerintah kita bisa senantiasa menjaga dengan sepenuh hati cagar budaya yang dimiliki oleh Indonesia yang tentu saja tidak dimiliki oleh negara lain.



Sekian catatan perjalanan saya selama sekitar seminggu liburan di tiga kota. Singkat, tapi saya merasa beruntung bisa berkunjung ke beberapa tempat yang semuanya meninggalkan kesan yang berarti dihati saya. Melelahkan pastinya, tapi juga menyenangkan. Dan sekarang saatnya kembali kepada kenyataan, melihat setumpuk pekerjaan di kantor yang menuntut untuk segera diselesaikan.
Dan bagi Anda, apakah masih ingin menghabiskan kocek yang tidak sedikit hanya untuk pergi mengunjungi negara-negara tetangga yang tidak jauh lebih indah dan menarik dari Indonesia ? 

Central Java Trip (Part 1)

Kalau Anda lagi punya rejeki lebih untuk plesiran, dan mempertimbangkan mau ke luar negeri tapi yang dekat-dekat saja, seperti Malay, Thailand, Hongkong, Vietnam, dll, saya sarankan pikir dua kali. Kenapa? Karena negara kita tercinta ini, Indonesia, sure has it all dibanding negara-negara tersebut. Mulai dari kuliner, pemandangan alam, ragam objek wisata pokoknya lengkap deh ! Saya sudah buktikan sendiri berkali-kali setiap ada kesempatan untuk mengunjungi kota-kota di Indonesia. Dan kali ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke dua kota di Jawa Tengah, yaitu Cilacap dan Purwokerto. Dan satu lagi kota lainnya, Yogyakarta. Di tiap kota saya mendapatkan banyak pengalaman mengasyikan yang berbeda - beda. Berikut sedikit cerita dari saya..

  1. Cilacap 
Kenapa saya bisa sampai "nyasar" ke kota ini, yang pasti semua karena suami. Dia kelahiran Cilacap dan punya banyak sekali keluarga besar di kota itu. Kami sudah menjadwalkan untuk mengunjungi kedua orangtua suami dan keluarga yang lain di bulan Maret tahun 2018. Ini adalah kali kedua saya berkunjung ke kota yang juga dijuluki Kota Industri dan Bercahaya tersebut. Tapi kedatangan saya yang pertama cukup singkat dan belum sempat mengeksplor lebih jauh. Dan kali ini, selama kurang lebih empat hari disana, saya cukup puas jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat yang menarik. Yang pertama adalah kawasan pantai Teluk Penyu. Pantai ini terletak dekat dengan pulau Nusakambangan yang populer itu. Sayangnya saya tidak sempat menyebrang ke pulau tersebut dikarenakan kendala waktu yang mepet. Tapi saya cukup puas sudah berada dekat sekali dengan pulaunya dan bisa melihat sendiri bagaimana keindahan pulau tersebut meskipun cuma dari seberang lautan.

Sekilas pemandangan dari Pantai Teluk Penyu

Masih dalam kawasan pantai Teluk Penyu, terdapat sebuah benteng besar bawah tanah dari jaman penjajahan dulu, yaitu Benteng Pendem. Lagi-lagi saya tidak sempat masuk ke dalam benteng, karena kendala waktu. Saya tiba disana sudah sekitar jam lima sore, sudah terlalu larut untuk mengunjungi sebuah benteng tua. Tidak ada pengunjung yang terlihat sehingga area di dalam benteng terlihat sangat sepi. Saya tidak cukup bernyali untuk menjelajah benteng bawah tanah hanya berdua dengan suami. Akan tetapi saya sudah cukup senang bisa berfoto didepan pintu gerbang bentengnya hanya sebagai penanda kalau saya sudah mampir kesitu. Hehe..

Benteng Pendem, tampak depan




Setelah berlalu dari daerah pantai, kami menuju ke alun-alun kota. Hampir sama saja seperti alun-alun kota umumnya yang ada lapangan yang dijadikan warga setempat untuk menghabiskan waktu sambil menikmati jajanan yang dijual di sekitar alun-alun. Juga ada masjid besar di dekat situ yang kami gunakan untuk menunaikan ibadah solat magrib sebelum pulang ke rumah karena membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari pusat kota Cilacap untuk pulang.
Oh iya, saya juga sempat jalan-jalan ke Plaza Borobudur untuk sekedar makan, cuci mata dan nonton. Ada bioskop yang baru sekitar setahun dibuka di plaza tersebut yang bernama Dakota Cinema. Harga tiketnya terbilang cukup murah yaitu hanya 25 ribu di hari kerja. Bioskopnya sendiri tidak terlalu besar seperti XXI atau CGV, tapi cukup nyaman dan modern... 

       2. Batur Raden, Purwokerto

I definitely will be going back to this city again someday ! Itulah kesan yang saya dapatkan setelah saya menghabiskan waktu sekitar dua hari di Purwokerto. Pertama, saya mengunjungi makam eyang yang terletak di kota Purwokerto nya. Karena saya tidak sering-sering berangkat ke Jawa, jadi tiap ada kesempatan untuk berkunjung ke Jawa Tengah pasti saya mampir untuk "nyekar" ke makam eyang dan beberapa anggota keluarga lain dari ayah saya yang dimakamkan di Purwokerto, di area makam Tanjung namanya. Setelah meluangkan waktu untuk ziarah, saya sudah tidak sabar untuk segera menuju ke lokasi Batur Raden, yaitu daerah wisata yang berada di kaki Gunung Slamet. Memerlukan waktu hanya sekitar setengah jam perjalanan dari kota Purwokerto menuju resort tempat saya menginap di daerah Batur Raden. Saya selalu excited kalau liburan ke daerah pegunungan dibanding ke pantai. Bagi saya, daerah pegunungan lebih tepat untuk relaksasi, mulai dari pemandangannya, udaranya dan tempat-tempat wisatanya. Dan benar saja, pilihan untuk berwisata ke Batur Raden sangat tepat buat saya. Baru saja berkendara menuju resort, kami sudah disuguhkan dengan pemandangan-pemandangan indah. Jalan yang terus menanjak membuat saya bersemangat, karena semakin menanjak, semakin bagus pemandangan kota dari kejauhan yang disuguhkan.

Komplek resort tempat kami menginap

Taman di area resort
Setibanya di resort, saya sama sekali tidak kecewa. Kamarnya bagus dan privat sekali konsepnya. Ditambah dengan taman-taman yang indah yang memanjakan mata. Akan tetapi saya dan suami tidak berniat untuk berlama-lama istirahat karena kami sudah tidak sabar untuk melihat wisata apa yang Batur Raden tawarkan.
Yang pertama, kami menuju ke lokawisata Baturraden. Seingat saya cukup dengan 14 ribu/orang untuk bayar tiket masuk, kita sudah bisa menikmati semua objek wisata didalam lokawisata Baturraden. Di dalamnya terdapat kolam renang, sepeda angin, terapi ikan, flying fox dan banyak lainnya. Akan tetapi untuk menikmati beberapa fasilitas tersebut ada harga tiketnya sendiri lagi. Bagi yang tidak suka untuk basah-basahan atau menguji adrenalin dengan bersepeda di ketinggian, cukup dengan jalan-jalan saja rasanya sudah puas. Karena di dalam lokawisata terdapat beberapa pemandangan menakjubkan seperti air terjun, air mancur yang menyatu dengan alam dan lain-lain.

Salah satu landscape yang menakjubkan di dalam lokawisata


Dapat bonus disuguhi pelangi yang terlihat di tengah air mancur
Salah satu pemandangan air terjun yang luar biasa
Hanya mengitari seluruh area lokawisata saja rasanya sudah cukup melelahkan. Sayangnya, untuk urusan perut, lokawisata ini kurang memberikan banyak variasi makanan yang tersedia. Hanya ada pecel kupat tahu dan mendoan dimana-mana. Ketika saya sudah senang melihat gerobak bakso dan soto ayam, eh tidak ada penjualnya. Jadilah saya makan siang dengan pecel saja. Meskipun di pegunungan tapi cuaca yang panas masih saja terasa menembus kulit. Jadinya kami juga sering cepat haus dan menghabiskan berbotol-botol minuman selama mengeksplorasi area lokawisata yang mengharuskan kita menaiki banyak anak tangga untuk menuju ke tempat yang menyuguhkan pemandangan indah.



Malam harinya, seolah tidak menghiraukan rasa lelah, kami memutuskan keluar untuk menikmati pemandangan Batur Raden dimalam hari sekaligus cari tempat makan malam yang enak. Tidak cukup banyak pilihan restoran,  dan akhirnya kami memutuskan singgah di restoran Pringsewu. Sepertinya restoran ini yang paling terkenal di Purwokerto. Setelah masuk ke area restorannya yang luas dengan konsep indoor dan outdoor saya langsung teringat kalau beberapa tahun yang lalu saya pernah makan disini dengan keluarga besar. Jadilah saya seperti nostalgia. Pelayanannya pun cukup memuaskan, ketika kami selesai order, pelayan restorannya bertanya apakah ada dari kami yang sedang berulang tahun atau sedang merayakan sesuatu. Saya menjawab tidak ada, ultah saya sudah lewat bulan lalu. Si pelayan memastikan lagi, mungkin kami sedang merayakan tanggal jadian atau apa, dan saya bilang ke dia kalau bulan ini kami baru melewati anniversary pernikahan. Dan pelayannya langsung menawarkan apakah mau dirayakan, gratis sebagai servis dari restoran. Oh, jelas saya mau. Hehe..
Dan jadilah foto ini serta free puding sebagai sedikit ucapan selamat dari restoran. Sebenarnya ditawarkan pertunjukkan angklung khusus buat kami berdua, tapi kami memilih untuk difoto saja.



What a perfect moment to end the first night in Baturraden :)
Keesokan harinya, sembari ingin mencari sarapan pagi yang lezat di Baturraden, kami menemukan sebuah objek wisata lagi yaitu Small Garden. Tempat wisata yang satu ini tidak kalah indahnya dengan lokawisata. Menawarkan pemandangan pegunungan yang sangat indah dengan properti yang menunjang untuk menghasilkan foto-foto yang istimewa. Sepertinya tempat ini memang khusus untuk berfoto. Bahkan ada penawaran khusus untuk prewedding photography disini dengan tarif yang cukup murah yaitu 200 ribu untuk tiga jam sesi pemotretan. Tapi untuk cerita dan foto-fotonya saya sambung ke blog selanjutnya ya :)



Selasa, 20 Februari 2018

To All Single Girls (You're Amazing)

We are living in Indonesia, a country that is very beautiful and full of potential only with poor government. Tapi penduduknya sebagian besar ramah dan sosialis sekali. Sebagian besar tidak mengenal apa itu hidup individual dan memilih untuk bersosialisasi dengan tetangga-tetangga sekitar. Saking ramahnya, sampai-sampai terkadang urusan pribadi kita menjadi urusan semua orang (semua orang yang rese aja sih). It's all getting real ketika kita mulai memasuki usia 20an. Ketika kita sudah lulus kuliah, sudah setahun meniti karir. Di situlah masyarakat sosialis Indonesia mulai berubah peran menjadi "orang tua" kita. Orang tua dalam artian yang tidak menafkahi, tidak mendidik kita, tidak ada saat kita butuhkan, tapi sangat cemas dengan masa depan kita nantinya. Ketika kita masih fokus dengan sesuatu hal, mereka mulai memaksakan apa yang mereka mau. Contohnya, disaat kita masih menikmati awal-awal meniti karir dan berfokus dengan itu, "orang tua" jadi-jadian mulai cemas karena kita belum memikirkan tentang MENIKAH.

Ya, menikah. Satu kata yang bisa menjadi momok mengerikan bagi semua wanita single yang mulai menginjak usia 22 tahun ke atas dan masih belum ada rencana untuk menempuh hidup baru dalam waktu dekat. Alasannya bukan cuma karena jomblo atau belum punya calon suami. Tapi juga beragam, mulai dari masih ingin menikmati masa muda dengan bebas tanpa kekangan suami, atau masih menikmati fokus membentuk karir dan mengkontribusikan kemampuan dan pengetahuan ke dalam pekerjaan masing-masing. Sadly, seperti sudah ada "standar" di negara ini kalau seorang wanita sebaiknya menikah sedini mungkin (oke , ini sarkasme). Sehingga apabila yang sudah menginjak usia 25 tahun ke atas dan belum akan segera menikah dalam waktu dekat, sudah dianggap gagal dalam membentuk masa depan. Tidak peduli apa pencapaian yang sudah dihasilkan oleh para wanita tersebut (contohnya gelar sarjana, karir yang bagus, atau prestasi lainnya), kalau belum punya calon pasangan dianggap tidak berhasil. Sementara yang sudah menikah di usia 20an awal dan sudah punya anak di usia muda, dianggap sukses dan membanggakan, meskipun yang menikah duluan itu belum tentu menempuh pendidikan tinggi, dan kebanyakan hanya wanita yang cuma menjadi ibu rumah tangga di usia muda tidak pernah punya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan diri dalam hal intelektualitas dan pengalaman profesional.
 
To all above 25 yo single girls.. I feel you. Saya mengerti sekali bagaimana rasanya hidup di negara ini dengan banyak "orang tua" yang cemas memikirkan masa depan kita. Cemas sekali hingga terkadang pertanyaan dan perkataan mereka sangat menyakitkan. "Kapan nikah?" atau "Kapan nyusul temennya yang udah nikah?" atau "Ntar keburu umur lho". Di saat mendengar itu langsung ada ilustrasi di dalam pikiran saya yang kasih selotip mulut-mulut rese itu satu-satu yang tidak tahu apa-apa tapi sok tahu. Tapi kenyataannya paling saya cuma bisa senyum kecut dan menjawab dengan bilang "doain aja ya". Mulai dari keluarga besar sendiri, teman-teman kantor, teman - teman sekolah dulu, ibu-ibu tetangga, kompak semua "cemas" memikirkan masa depan saya yang sudah umur 25 ke atas tapi masih belum ada rencana menikah sama sekali. Kadang-kadang tanya dengan halus, kadang nge-bully, kadang sok tidak sengaja bikin malu depan umum dengan mengolok beramai-ramai status single saya. Sepertinya dengan saya yang belum menikah ini sangat mengganggu kehidupan pribadi mereka, membuat mereka sengsara mungkin? Dan dengan membully saya yang masih single waktu itu mungkin bisa mengobati atau membalas kesengsaraan mereka (sarcasm level : 999).

Entah bagaimana dengan orang-orang di negara lain, terutama di negara barat. Yang saya tahu sih mereka orang-orangnya individualis, ada enaknya juga. Meskipun kurang ramah apalagi dengan orang baru, tapi mereka menghormati privasi orang lain dengan baik. Mereka merasa tidak perlu ikut campur urusan kehidupan orang lain karena mereka punya urusan sendiri yang harus dipikirkan. Kalau disini? Bukannya menghina, tapi terkadang orang yang hidup dengan standar kesejahteraan menengah ke bawah, asal sudah berkeluarga dan punya anak banyak, sudah merasa eligible atau berhak untuk menjudge orang lain yang belum berkeluarga atau belum punya anak. Ingin rasanya saya balas pertanyaan mereka dengan bilang kalau kenapa tidak Anda fokus menafkahi anak dengan layak saja dulu tanpa hidup sembarangan ala kadarnya? Mungkin sah-sah saja kalau saya membalas mereka dengan perkataan menyakitkan seperti itu karena toh mereka juga sudah menyakiti saya dengan komentar mereka yang ikut campur dalam kehidupan pribadi saya.
Atau ada juga sih orang yang sudah kaya raya , punya segalanya (keluarga, pekerjaan, anak, harta yang berlimpah dan kehidupan sosialita) yang seolah-olah melihat kehidupan saya sebagai kehidupan yang menyedihkan karena belum juga menikah. Dan tentu saja, tidak terlepas dari membully "eh, kapan lo mo nikah? udah umur 27 kan lo?" 
Jadi, intiya yang hidup pas-pasan saja merasa berhak menghina orang yang belum menikah, apalagi yang hidupnya di atas rata-rata. Yang pasti saya doakan semoga mereka semua bahagia hingga akhir hayat...

Sekarang saya sudah menikah hampir satu tahun. Dan orang-orang yang dulu sering membully status single saya hampir semuanya tidak ada yang hadir memenuhi undangan pernikahan saya. Ya, terkadang hidup bisa "selucu" itu. Masa-masa penantian menuju ke pernikahan bisa sangat menyiksa apabila orang-orang di sekeliling kita bertindak seperti menjadi "orang tua" kita yang seolah-olah "cemas" dengan status lajang kita. Sayangnya kecemasan mereka dimanifestasikan dengan pertanyaan yang tidak berguna dan terkadang sindiran yang mengarah ke hinaan dan judgemental. Kultur seperti itu mungkin tidak akan pernah berubah di antara masyarakat kita. As for me, saya berusaha untuk tidak menjadi orang-orang yang seperti itu sama sekali. Tidak akan pernah bertanya atau ikut mengurusi urusan pribadi orang lain yang kita sama sekali tidak tahu. 
And for all single girls out there, I know , now you are facing a very bumpy road, but don't give up. Don't rushing marry someone just because you can't stand other people asking you about when you'll be getting married or when your friends get hitched before you. You're amazing, I am sure you're smart, you've been well educated and you  have jumped into amazing professional world and you can earn money ! What a great money maker you're that you don't depend on any men to provide you some cash. And to those who are not working in any company, I am sure you have prepared yourself very well to be a wife. And when you be a wife, you'll be an amazing wife ever with your smart brain and experience. To all single girls out there, believe me, you're amazing !






Kamis, 08 Februari 2018

Movie Review: Dilan 1990 (Spoiler Alert)

Jadi saya terpengaruh kuatnya animo penonton untuk menyempatkan diri ke bioskop demi lihat film Dilan 1990. Kalau penontonnya cuma anak-anak SMA saya tidak akan ikut-ikutan, tapi yang saya perhatikan teman-teman sebaya juga excited mau nonton, ditambah lagi ada yang bilang film itu lucu dan bagus. Intinya tidak bikin menyesal sudah beli tiket dan menyempatkan diri menyambangi teater terdekat. Oke, saya terpengaruh dan ikut jadi bagian dari penonton film remaja tersebut.

Jujur, saya tidak berharap banyak dari film percintaan Indonesia. Bukannya tidak nasionalis atau apa, tapi saya ini seperti punya feeling yang kuat tentang film hanya dari melihat trailernya saja apakah film tersebut akan bagus atau membosankan. Dan untuk Dilan 1990, saya sudah skeptis melihat dari trailernya yang flat, dengan skenario penuh gombal "receh" dan plot yang itu-itu saja. Dan memang benar, menurut saya nonton Dilan semalam rasanya cuma membuang-buang 110 menit waktu berharga saya .Sebelum tulisan ini jadi lebih jauh, saya mau bilang kalau movie review ini subjektif dan banyak spoiler

Akting Iqbal dan Vanesha bisa dibilang lumayan oke. Tapi saya juga membayangkan kalau tokoh Dilan diperankan oleh bintang muda lain apakah ada potensi untuk bisa lebih membuat penonton baper dan tidak boring. Dilan diceritakan sebagai anak muda yang bad boy, keras dan suka berantem tapi sangat lembut sama seseorang yang dia cintai. Saya mengharapkan banyak adegan berantem Dilan tapi ternyata sebagian besar dia cuma memberikan gombalan-gombalan untuk Milea. Bicara tentang Milea, akting Vanesha sebagai pemerannya sudah bagus. Sosok cewek yang lembut dan baik-baik sukses dia gambarkan di film ini. Yang lemah menurut saya adalah skenarionya. Tapi film ini juga katanya adaptasi dari novel yang best seller (kalau tidak salah? belum terlalu cari banyak referensi tentang novelnya sendiri), sehingga mungkin skenario yang buruk adalah adaptasi dari tulisan di novel.

Ada satu adegan yang cukup kontroversial di film ini, yaitu ketika Dilan melawan gurunya. Film ini nge-hits ditengah-tengah kasus pembunuhan guru oleh anak muridnya sendiri di Sampang, Madura. Sehingga saya tidak setuju sekali dengan adegan tersebut, kalau perlu dihilangkan. Karena tidak terlalu berpengaruh juga untuk keseluruhan film. Alasan Dilan melawan gurunya pun tidak terlalu bisa diterima, murni karena emosi, ego dan watak kerasnya semata. 
Di sekitar menit-menit terakhir sebelum film selesai, ada adegan dimana Dilan memberikan pelajaran kepada temannya sendiri, Anhar yang sudah menyakiti Milea. Nah disini saya mulai merasa akhirnya ada yang menarik dari film ini. Aktingnya Iqbal yang marah besar dan langsung memukuli Anhar dengan membabi buta cukup menarik perhatian. Akan tetapi, adegan menarik itu sudah mendekati akhir film, dan benar saja tidak lama kemudian filmnya berakhir dengan ending yang menggantung. Penonton diberi petunjuk kalau akan ada Dilan 1991... (bleh)

Jadi menurut saya tentang film Dilan 1990 kesimpulannya 90% gombalan receh dan 10% kekerasan. 
Salah satu film yang tidak sebesar promonya dan animo penontonnya. Saya jarang nonton film sambil lihat jam terus tapi nonton Dilan, saya jadi suka lihat jam dan tidak sabar untuk supaya filmnya selesai. Lagi-lagi saya kecewa dengan film romantisnya Indonesia. Kenapa masih belum ada di negara ini yang bisa membuat film yang bikin baper berat seperti A Walk to Remember, misalnya. Inti ceritanya juga ringan tapi dikemas dengan apik yang bisa bikin dikenang penonton selamanya. Dan juga adaptasi dari novel karya Nicholas Sparks yang selalu sukses bikin pembaca wanitanya nangis-nangis bombay. 

Tapi balik lagi kalau untuk masalah selera, mungkin ada juga yang suka dengan film Dilan 1990. Apalagi buat anak-anak SMA yang masih baru mengenal cinta. Selain itu, ada beberapa juga orang dewasa yang ikut baper dengan film ini karena mungkin mereka sedang mengingat masa-masa SMA nya dulu yang persis seperti kisahnya Dilan dan Milea ?
As for me, rating untuk film ini  adalah 4/10 ...